Bandar Lampung – Skandal proyek Pembangunan BPBD Lampung kian terbuka lebar. Forum Komunikasi Mahasiswa Bandar Lampung (FKMBDL) setelah melayangkan surat ke kejati dan kali ini kembali mendesak Kejaksaan Tinggi Lampung dengan menambah data hasil Audit BPK Proyek EWS agar segera menuntaskan kasus proyek Embung Desa Pemulihan senilai Rp 1,7 miliar yang diduga kuat penuh penyimpangan.
Desakan ini semakin menguat setelah muncul data baru dari audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang membongkar kegagalan proyek Early Warning System (EWS) BPBD Lampung senilai Rp 5,824 miliar. Dengan dua kasus ini, total kerugian negara ditaksir mencapai Rp 7,524 miliar.
FKMBDL menegaskan bahwa kasus embung bukan sekadar temuan administratif, melainkan fakta lapangan yang sudah dicek langsung. Lantai beton hanya 5 cm dari standar 10 cm, pondasi tidak sesuai spek, dan adukan bercampur tanah sehingga rapuh.
“Embung ini bom waktu. Kalau jebol di musim hujan, masyarakat yang akan jadi korban. Ini jelas bukan kelalaian, tapi perampokan uang rakyat yang dilegalkan lewat dokumen kontrak,” tegas Ahmad Ilham Bagus Suhada, Ketua FKMBDL, saat dimintai wawancara di Kantornya, Kamis (11/9/2025).
Ilham menambahkan, FKMBDL sudah melaporkan kasus embung desa pemulihan ini ke Kejati Lampung sejak 3/9/2025, namun hingga kini penanganannya berjalan lambat.
Temuan Hasil Pemeriksaan LHP BPK lampung 2024 soal proyek EWS BPBD Lampung menjadi bukti tambahan adanya pola penyimpangan sistemik. Dari 62 perangkat yang diklaim terpasang, hanya 2 unit (3,2%) berfungsi. Lebih parah, BPBD tetap membayar 100% kontrak Rp 5,824 miliar kepada PT IVE, meski sistem nyaris lumpuh total.
“Kasus embung kami sudah serahkan ke Kejati. Sekarang, dengan adanya audit BPK terkait EWS, pola permainannya makin terang benderang. Spek diturunkan, barang fiktif, tapi tetap dibayar penuh. Modusnya sama, hanya proyeknya yang beda,” ungkap Ilham.
Total Kerugian Rp 7,524 Miliar
• Embung Desa Pemulihan: Rp 1.700.000.000
• EWS BPBD Lampung: Rp 5.824.000.000
Total: Rp 7.524.000.000 (Tujuh Miliar Lima Ratus Dua Puluh Empat Juta Rupiah).
Menurut Ilham, angka itu hanyalah “puncak gunung es”. “Kalau audit diperluas, saya yakin kerugiannya bisa dua kali lipat. Karena cara mainnya seragam: proyek gagal, kualitas diturunkan, tapi uang dicairkan full,” ujarnya.
FKMBDL akan terus mendesak BPBD dan Gubernur Lampung untuk membuka transparansi dan menindak pejabat terkait sampai Kejaksaan Agung dan KPK mengambil alih kasus ini.
“Kami sudah sabar menunggu proses di Kejati lampung, tapi sampai hari ini jalan di tempat. Kalau pemerintah daerah masih bungkam, rakyat Lampung yang terus jadi korban kebisuan pejabat,” tegas Ilham.
Ilham menegaskan, ini bukan sekadar soal angka kerugian negara, tetapi menyangkut keselamatan masyarakat. Embung yang rapuh bisa jebol sewaktu-waktu, sementara sistem EWS yang macet membuat warga tak mendapat peringatan dini banjir.
“Rakyat Lampung bukan kelinci percobaan proyek gagal. Uang habis, proyek ambruk, nyawa jadi taruhan. Ini skandal besar dan kami tidak akan berhenti sebelum yang bermain di belakang proyek ini dibongkar habis,” tutup Ilham. (Msr)












